Bagaimana Rasanya Hidup Dalam Langkahmu

Dalam mencari  sebuah sepatu itu sama halnya seperti mencari jodoh, pantas atau tidak tergantung bagaimana kita bisa membiasakan diri. Sama halnya seperti cinta bertepuk sebelah tangan, sepatu juga tidak akan terlihat indah kalau hanya digunakan sebelah saja. Kalau udah sakit jangan dipaksain. Ikhlasin biar menjadi milik orang lain.
Bagaimana Rasanya Hidup Dalam Langkahmu adalah sebuah cerpen karya: FandaAzyura
berikut celoteh cerpennya....... 

***

Kumpulan CerpenSemilir angin malam datang menghampiri, tubuhmu selalu menolak hadirnya angin malam yang dinginnya selalu menusuk tulang-tulangmu. Gigimu bergemelatuk seakan tak mau berhenti selama rasa dingin ini tak kunjung pergi. Seperti kamu yang tak akan beranjak pergi sebelum bertemu denganku. Dari kejauhan kamu melihat rambut jagungku yang menyala diantara sinar lampu jalan membuatmu tersenyum simpul entah karena apa,
"Kau tidak apa-apa?" Tanyamu saat aku sudah turun dari sepeda gunungku dan menghampirimu.
"Idihh,sok khawatir padahal seneng banget gangguin aku. Ya ampun seharusnya sekarang aku sudah tidur nyenyak karena nanti malam aku harus bergadang!!" Ujarku mendengus-dengus hidungku sudah kembang kempis seperti sapi.
Kamu hanya tertawa mendengar aku menggerutu. Seketika hatiku menghangat, melihatmu selalu
tertawa saat bersamaku. Meskipun disaat kau terpuruk sekalipun kamu terlihat tegar di depan semua orang,
tapi kamu nggak mungkin bisa setegar itu didepan aku.
"Salma udah deh jangan lebay, entar aku beliin kasetnya deh biar bisa nonton si mayat hidup itu
sampai bosan. Ga baik kamu sering-sering bergadang terus menerus, kamu bisa sakit."
Ucapan terakhirmu membuat hatiku berbunga. Bagaimana tidak, kamu juga menghawatirkan kesehantanku
melebihi diriku sendiri. "Sontoloyo!
Beraninya ngatain My Prince Charming mayat hidup dia punya nama, Edward Cullen! You know?"
"Ya ya ya terserah lah cepet kerjain tugasku, habis ini langsung pulang ga usah nonton si Edward Cullun.
Minggu besok aku beliin kasetnya bareng-bareng."
Kamu selalu begitu, ngomong ceplas-ceplos tentang kesukaan aku dan kamu yang selalu membuat kita beradu mulut,seperti sekarang memperdebatkan kesalahan nama Edward Cullen. Namun,entah mengapa aku selalu menikmatinya?
***
Minggu siang yang biasanya terik terasa berbeda kali ini, sang surya sedang bersembunyi dibalik awan.
Aku tak tahu hari ini sepertinya pertanda baik atau buruk.
"Cuacanya mendung, sebentar lagi turun hujan."
"Aku tahu kamu cuma ngeles aja kan biar ga jadi beli kaset. Laki-laki ga boleh ingkar janji. Sama saja kanu
gak...." kataku seraya menggantungkan kalimatku mengenai prinsip laki-lakimu.
"Gentleman." Sambungmu memutar bola matamu kesal. Dan aku menahan tawa bisa mengerjaimu
hari ini.Cuma kamu yang mampu membolak balikkan perasaanku dalam satu waktu. Aliansyah Pramudya.
"Eh tapi pake motormu aja ya, hari ini motorku lagi demam. Harus nginep di bengkel. Hehehe.
" Katamu tersenyum salah tingkah sembari mengaruk-garuk tengkukmu berulang kali. Sedang panuan mungkin pikirku singkat. Ya secara Ali cowok paling jorok yang aku kenal. Setiap kali
main kerumahnya, aku selalu kebagian jatah membersihkan
kamarnya. Well,tidak gratis sih.
Sebagai gantinya aku selalu mendapatkan novel-novel terterbaru keluaran gramedia. Sepadan bukan?
"Ya udah ayo, aku juga malas kalau boncengan pake motormu."
"Salma..Salma baru pertama kali aku lihat cewek ga suka diboncengin motor CBR. Padahal cewek lain pasti
udah gindrang-gindrang. 
Oh ya. Kamu sebenernya cocoknya loh naik
Motor Harley biar mirip Ghost Rider si rambut jagung. Bwahahahaa."
"ALI!!!!!! Nyebelin banget sih."

***
Tak butuh waktu lama untuk hunting kaset Tetralogi Twilight Saga karena kami harus segera pulang karena rintik-rintik hujan sudah membasahi jalanan Ibukota.
"Kamu pulang bawa motorku dulu aja biar cepet nyampe rumah keburu
hujan deras." Saranku saat hendak menutup pagar. Namun kamu malah menahan pergelanganku dengan tanganmu yang hampir membeku.
"Jahat banget,aku gak kuat pulang nih boleh numpang di rumah kamu bentar sampai hujan reda?"
Pintamu menatapku intens. Seperti terhipnotis oleh pandanganmu tanpa mengucapkan mantra apapun.
Aku seolah menurut dan mempersilahkanmu masuk.
Suasana rumah mendadak sunyi, hanya ada kami berdua. Seluruh keluarga sedang menghadiri resepsi pernikahan kerabat diluar kota.
Untung saja orang orang tuaku mengerti aku tidak bisa ikut. Aku takut menyusahkan mereka karena penyakitku, Mabuk kendaraan.
"Sepi banget. Orang tuamu mana?" Tanyamu sesekali celinguk kanan kiri.
"Keluar kota, acara keluarga." Jawabku singkat.
Sambil membawa secangkir teh dari dapur.
"Kok teh sih? Capucinno aja."
"Apaan sih! Kalau mau capucinno bikin aja sendiri, ini buat aku sendiri bweek." Sahutku lalu meleletkan lidah sejenak. Entahlah kenapa aku jadi lupa kalau kamu ga suka teh. Astaga.. it's akward momment.
Kamu hanya mengelengkan kepalamu pelan kemudian tertawa lebar. Apa mungkin kelakuanku tadi kekanakkan? Masa bodo lah!
"Eh boring banget nih, nonton kaset si Vampir Cullun yuk?" Ajakmu memecah suasana nan canggung ini.
Mukaku merah padam. Bukan karena marah karena julukanmu yang menyebalkan, lebih tepatnya kamu
mengajakku nonton? Ini film Romance yang banyak banget kiss scence. Pasti diejek habis-habisan deh.
"Gak usah, bisa-bisa tvku pecah deket-deket sama kamu." Alibiku payah banget sih.
"Udah deh ga usah ngeles, kan yang beli pake duitku kan?" Katamu sembari mengoyang-goyangkan lima
kaset Twilight yang masih dalam genggamanmu.
Dan aku hanya bisa menghela nafas tak bisa berbuat banyak selain
menurut, bagaimanapun juga si Edward Cullen masih dalam kuasa Ali kan?
Hujan masih berjaya, ditemani semilir angin yang menggebu-gebu padahal aku sudah berada dalam ruangan yang hangat. Bersama kamu yang masih fokus dengan adegan Bella dan Edward akan berpisah di tengah hutan. Aku bersyukur kamu memilih New Moon dibanding Breaking Dawn.
Dan entah sudah berapa lama aku melamun, hingga jarak kita semakin dekat seolah-olah jarak kita tak bisa
diukur. Kedua tanganmu memelukku erat, dan keningku mendadak dingin oleh bibirmu saat menciumku penuh perasaan dalam yang membuncah.
Semuanya seperti ilusi sampai beberapa lali aku mencubit tanganku sendiri memastikan benar-benar nyata. Setitik air mata jatuh membasahi pipiku, sepertinya aku tidak menangis sekarang. Jadi,
kenapa kamu menangis Ali?

***
Sekarang aku gelisah, setelah insiden cium kening beberapa hari yang lalu. Kamu seolah berlari dari
hadapanku. Kau berpaling saat bayanganku disekitarmu. Tak ada lagi canda tawa darimu. Kamu menarik dirimu terlalu jauh sehingga sulit untuk kurengkuh dalam pelukanku dan bertanya "Ada apa denganmu?"
PING!
"Nanti malam tolong bantuin ngerjain tugas Akuntansi. -Ali"
Senyumku merekah seketika mendapat messenger darimu,
"Terima kasih Akuntasi sayang, karenanya sekarang aku punya alasan menemuimu."
***
"Nah Al, ini pendapatan kamu taruh di kolom debit. Lah kalau Beban sewanya kamu tulis nominalnya di bagian kolom kredit. Lalu.... Al kamu ga dengerin aku? Ngapain melotot sekarang. Udah deh a..ku pu..lang."
Kataku segera beranjak. Firasatku bener-bener ga enak,
"Maaf, Seharusnya memang aku yang harus pergi. Kamu tau Salma, seharusnya kamu nggak perlu dateng juga. Ini semua bagiku terasa sulit, tapi sekarang aku sadar.
Semua yang kita lalui bersama begitu menyenangkan walaupun
suatu saat ini akan terlupakan."
"Kamu ngomong apa sih, jayus banget sih." Keluhku kesal.
"Aku mau pergi Salma.. anggap saja itu tadi salam perpisahan."
"Jangan ngaco deh! Mau pergi kemana? Jonggol?"
"Ali cepetan! Ditungguin Mama kita harus cepet sebelum pesawatnya berangkat." Teriak Kakak Ali dari
kejauhan. Membuatku tergelak, jadi Ali beneran mau pergi!
"Kenapa pergi mendadak? Aku ada salah ya sama kamu? Maaf deh Al, tapi jangan pergi ya?
Sementara kamu mengeleng. Kemudian kamu mengeluarkan sebuah kotak dan diberikannya untukku.
"Pakailah sepatu ini,meskipun aku tak ada disampingmu lagi langkahku akan selalu menyertaimu sehingga kamu tetap bisa merasakan kehadiranku. Jangan sedih dong,aku tahu kamu udah lama kan pengen sepatu ini." Katamu kemudian membungkuk dan memakaikan sepasang sepatu pink sporty nan cantik dikedua kakiku.
Kamu lalu berdiri,dan memelukku untuk terakhir kalinya."Aku harus pergi."
"Berikan aku satu alasan untuk mengikhlaskan kepergianmu."
"Salma.. ini tidak akan lama, mungkin kalau takdir mengizinkan kita bisa bertemu lagi. Kamu suatu saat akan mengerti. Maaf aku tak bisa memberi alasan apapun."
Dan kamu tetap pergi, tanpa memberikan alasan yang pasti.
Sekarang yang aku takutkan benar- benar terjadi. Aku terlalu banyak berharap dengan hubungan kita dan
aku tahu kamu pasti ingin menjauh dariku karena kamu mungkin menyadari perasaanku.
Dosakah aku mencintaimu 
Mendampingimu inginkanmu
Aku manjadi diri sendiri
Tak peduli apa kata dunia
Ku nanti hari ketika
Cinta datang cinta menang

***

[Ali]
I have no choice cause i wont say goodbye anymore (This Love)
Terlahir dari keluarga broken home membuatku lebih senang menyendiri. Sejak kecil aku suka mengaku sulit untuk mengungkapkan isi hatiku. Karena kesendirian ku aku tak perlu khawatir karen aku masih punya duniaku sendiri. Dan semenjak kecil aku sering dibully hingga membuatku depresi.
Aku sering melihat film bertema pembunuhan dan aku sering berfikir untuk membuat rencana-rencana gila untuk membunuh orang-orang yang selalu membullyku. Dengan obsesi itu, aku akhirnya perlu memeriksakan diri kedokter oleh adikku. Aku bahkan sempat dirawar di RS Jiwa Riau 11,Bandung. Sayangnya aku terlalu malas untuk minum obat karena aku merasa bukan orang penyakitan sampai- sampai aku harus dibawa orang tuaku ke Aceh untuk pengobatan alternatif dan diminta sering berdoa. Tapi tidak ada hasil.
Di Aceh, aku menjadi pelajar di tahun 2012 disebuah sekolah menengah atas. Disanalah perasaanku mulai terusik. Karena gadis blonde palsunya, Salma. Aku akrab sekali dengannya, kami bersahabat. Selalu bersama.Dia selalu mengerjakan tugas-tugas akuntasi dan sejarah yang selalu
membuatku sering kehilangan nafsu makan karena terlalu kenyang dengan angka-angka yang rumit. Dan setiap pagi di hari minggu selalu mendobrak kamarku dan berteriak histeris karena kamarku yang berantakan. Well,itu tidak gratis! Aku harus mengurangi jatah jajan bulananku untuk membelikannya sebuah novel tiap minggunya. Entah kenapa aku selalu bertekuk lutut dihadapannya.
Kenapa otakku berkata tidak sementara tubuhku berkata sebaliknya?
Pernah suatu ketika aku sering berhalusinasi sedang "main" dengannya. Dan aku bahkan sempat akan mewujudkannya sebelum kewarasanku sudah kembali dan
berakhir mencium keningnya saja dan pelukan hangat ditengah hujan.Sangat gila bukan?
Dan lagi-lagi adikku mengetahui semua halusinasiku tentang Salma,aku heran. Sepertinya Boy mempunyai bakat cenayang. Di penghujung tahun aku kembali masuk RS jiwa karena merasakan halusinasi yang membuatku cemas.
"Kamu kena gejala skizofrenia, Kak!" Begitulah katanya.
"Skizofrenia? Apakah itu nama makanan?" Cibirku. Namun dalam hatiku aku sangat benar-benar cemas.Apakah itulah sebabnya aku sering berhalusinasi yang tidak-tidak. Darisitu, aku mengorek-ngorek informasi tentang skizofrenia dan aku sangat bersyukur kalau penyakit ini bisa disembuhkan.
Sejak itu aku berupaya untuk sembuh. Orang tuaku menganjurkan kembali ke Bandung untuk melakukan perawatan lebih lanjut. Dengan semangat aku segera menyetujuinya tanpa pikir panjang. Namun aku teringat sesuatu, bagaimana dengan Salma?
"Pakailah sepatu ini,meskipun aku tak ada disampingmu lagi langkahku akan selalu menyertaimu sehingga kamu tetap bisa merasakan kehadiranku. Jangan sedih dong,aku tahu kamu udah lama kan pengen sepatu ini." Kataku kemudian membungkuk dan memakaikan sepasang sepatu pink sporty nan
cantik dikedua kakinya.
Aku lalu berdiri,dan memeluknya untuk terakhir kalinya."Aku harus pergi."
"Berikan aku satu alasan untuk mengikhlaskan kepergianmu."
"Salma.. ini tidak akan lama, mungkin kalau takdir mengizinkan kita bisa bertemu lagi. Kamu suatu saat akan mengerti. Maaf aku tak bisa memberi alasan apapun."
Yah aku memang tak bisa memberikan alasan apapun, karena aku tak mau Salma mengetahui penyakit anehku. Dalam hati aku berjanji "Saat sembuh nanti, aku akan kembali menemuinya sebagai 'pria normal' yang bisa dibanggakannya. Aku tahu dia akan selalu setia menungguku, terlihat jelas dari pancaran matanya yang seolah berbicara cinta didepanku." Dan karena aku bukan tipe orang
yang selalu memberi barang dengan cuma-cuma alias gratis. Sebagai gantinya telah memberikannya
sepatu yang diimpikannya, aku sudah mencuri sepasang sepatu Tomkins favoritnya saat aku
berkunjung dirumahnya. Tidak buruk, karena sepatu hitam putih miliknyalah yang selalu menuntun
langkahku untuk pergi berobat dan kemanapun aku mau. Sekarang aku mengerti,bagaimana rasanya hidup dalam langkahmu.
SELESAI.

DEDIKASI CERITA UNTUK SALAH SATU TEMAN PENAKU,SALMA DAMAYANTI.
"Kamu tahu Salma, aku pernah janji bikin cerpen tentang sepatu? Dan aku mungkin sempat berfikir keras untuk membuat cerita yang berbeda ditengah mood nulis yang amburadul dan banyak gangguannya. Dan inilah hasilnya. Semoga kamu suka."
Say Hello,
FandaAzyura


Bagaimana Rasanya Hidup Dalam Langkahmu Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

No comments:

Post a Comment